Selasa, 08 April 2008

Seloka Adat Suku Anak Dalam (3)




Adat Suku Anak dalam tersebut ada tiga, yaitu rumah tangga (laki-bini), jadi kawin dan Waterbury. Adat rumah tangga (laki-bini) adalah meletakkan istri dalam adat. Maksudnya istri atau suami hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya.

Hal ini tercantum dalam seloka berikut.

Hak dan Kewajiban Suami

Nang kedelok Mau kucari

Lauq ikan Lauk ikan

Asem gerom Asam garam

Beju koin Baju uang

Kintang kali Merawat jika sakit

Huma tanom Ladang tanam

Hak dan Kewajiban Istri

Kayu aik Kayu air

Masak mato Masak mata

Tikar bantal Tikar bantal

Seloka di atas memperlihatkan perbedaan tugas kewajiban suami dan istri.

Adat laki-bini ini tidak boleh digunakan sembarang sesuai dengan seloka berikut.

Adat tiado hopi kupak Adat tiada boleh dilanggar

Memakai tiado boleh sumbing Memakai tiada boleh diubah

Apabila suami atau istri tidak memenuhi tugas dan kewajibannya akan didenda 40 kain atau dicerai. Apabila istri atau suami berselingkuh maka akan didenda 500 kain dan semua harta akan diambil. Perkara ini berhak diputuskan oleh penghulu.

Adat SAD yang terkenal adalah Pucuk Undang-Undang Delapan dan Teliti Duabelas. Pucuk Undang-Undang Delapan terdiri atas 4 (empat) Undang-undang di bawah, yaitu Sio Bakar, Amo Geram, Tantang Pahamun, dan Tabung Racun dan 4 (empat) Undang-undang di Atas, yaitu mencerah telur (Kawin dengan anak sendiri), melebung dalam (kawin dengan saudara sendiri), menikam bumi (kawin dengan induk/orang tua), dan mandi pancuran gading (kawin atau selingkuh dengan istri atau suami orang).

Jika terjadi kesalahan pada Pucuk Undang-Undang Delapan di Atas (mencerah telur, melebung dalam, menikam bumi, dan mandi pancuran gading) adalah kesalahan yang tidak dapat ditoleransi atau diampuni. Hal ini sesuai dengan seloka adat yang berbunyi sebagai berikut.

Beremai mati dak beremai mati Walaupun dibayar tetap mati

Salah tangan, tangan bekerat Salah tangan, tangan dipotong

Salah kaki, kaki bekerat Salah kaki, kaki dipotong

Salah mulut, mulut besait Salah mulut, mulut digaris/dipotong sebelah

Salah lidah, lidah bekerat Salah lidah, lidah dipotong

Salah mato, mato becukik Salah mata, mata diambil

Pucuk Undang-Undang Delapan yang di Bawah dan Teliti Duabelas adalah kesalahan yang masih dapat dimaafkan atau diampuni. Berikut adalah seloka mengenai hal ini.

Salah kecik bisah lepai Salah kecil bisa lepas

Salah besak bisah jadi kecik Salah besar bisa menjadi kecil

Rampoi rampik samin sakal Merampas, mencur, mengambil harta orang

(Seloka terpegang anak gadis orang)

Tesesat tejerami Tersesat terjerami

Tepegang tepakai Terpegang terpakai

Teecoh tekacau Memiliki Terpakai

(seloka terinjak tikar orang)

Setiap kesalahan besar atau kecil yang diperbuat oleh SAD diputuskan oleh penghulu. Sebelum perkara tersebut diputuskan dan apa pun bentuk perkara tersebut haruslah disertai bukti-bukti yang jelas. Hal tersebut sesuai seloka berikut.

Tampuk tangkai ciri tando Tampuk tangkai ciri tanda

Tanohnyo nang di parit Tanahnya yang digaris

Kayunyo nang di tekuk Kayunya yang ditekuk

Jika semua telah dibuktikan dengan benar maka si pembuat kesalahan tidak dapat berbuat apa-apa kecuali pasrah dengan keadaan, sesuai dengan seloka berikut.

Tesekup dengen jalonyo nang bekandung tertutup dengan jala yang terkandung

Dalam kehidupan sehari-hari SAD berupaya tidak salah melangkah dan menyesal di kemudian hari seperti tampak dalam seloka berikut.

Saloh tijak salah langkoh salah tijak salah langkah

Saloh pandong saloh pengoli salah pandang salah penglihatan

Bertahun-tahun lamanya SAD hidup dalam hutan tanpa berkeinganan mengubah hutan. Hal ini tampak pada seloka adat “Merubah Alam” berikut ini.

Hopi ado idup segelonyo Tidak ada hidup semuanya

Hopi ado hati segelonyo Tidak ada hati semuanya

Kehidupan SAD sangat bergantung pada rimba. SAD hidup bersama suka-duka penuh keakraban. Seirang dengan berkurangnya hutan dan globalisasi setakat ini, kehidupan SAD juga terdesak. Bukan tidak mungkin suatu saat kita bukan hanya kehilangan hutan, tetapi komunitas SAD di dalamnya. Kalau begitu, siapa bertanggung jawab? /Linny Oktovianny/

Tidak ada komentar: