Sabtu, 03 Mei 2008

Bujang Jamaran Cerita Orang Ogan


SELAIN, Cerita Bujang Jelihim yang terkenal di masyarakat Ogan, ada juga cerita Bujang Jemaran yang juga tidak asing lagi bagi masyarakat Ogan. Kedua cerita ini bermedium bahasa Ogan. Masyarakat Ogan secara geografis mendiami wilayah sebagian Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, dan OKU (sepanjang sungai Ogan bagian Ilir dan Ulu).

Meskipun antara Bujang Jelihim dan Bujang Jemaran merupakan tokoh sakti. Kedua tokoh sakti ini memiliki perbedaan. Bujang Jelihim merupakan tokoh yang dikagumi karena sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain tidak sombong, sabar, dan sopan. Sementara itu, Bujang Jemaran kurang disenangi masyarakat setempat karena meskipun memiliki kesaktian sehebat Bujang Jelihim, Bujang Jemaran cenderung memiliki kesombongan dan bersifat agak kasar.

Penuturan Bujang Jelihim disebut Jeliheman, sedangkan penuturan cerita Bujang Jemaran disebut Jemaranan. Penutur Jemaranan menggunakan irama yang dilagukan saat menuturkan jemaranan. Saat penuturan jemaranan biasanya penutur menggunakan ayakan padi. Seperti halnya, masyarakat yang hidup dengan bertani dan menangkap ikan, ayakan padi merupakan alat yang representatif untuk menggambarkan coran kehidupan dan mata pencarian utama bagi masyarakat Ogan, yang hidupnya sangat mengandalkan hasil pertanian, perkebunan, dan perladangan serta hasil sungai Ogan. Ayakan padi merupakan simbol bagi masyarakat pendukungnya.

Ayakan padi juga merupakan alat yang ampuh untuk mengosentrasikan diri dan mengingat setiap alur cerita yang sedang dituturkan penutur jemaranan. Sambil memejamkan mata, penutur jemaranan menundukkan kepala untuk mengingat dan berkosentrasi pada cerita yang dituturkan. Jemaranan dituturkan akan memakan waktu yang lama, maka ayakan padi sangat efektif menjadi alat untuk menghilangkan rasa malu bagi penutur karena biasanya penonton akan memandang terus ke wajah penutur yang sedang bercerita. Jemaranan biasanya dituturkan pada malam hari, ketika orang-orang sedang beristirahat karena penat seharian mencari nafkah dengan cara bertani atau berladang dan menangkap ikan.

Kisah jemaranan dapat dituturkan per episode, mengingat cerita Bujang Jemaran sangat panjang. Bahkan dapat berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Cerita Bujang Jemaran merupakan cerita panjang yang mengisahkan kehidupan Bujang Jemaran dengan berbagai konflik-konfliknya. Dimulai dengan perjumpaan Bujang Jemaran dengan Mesiring, Peperangan Bujang Jemaran dengan Mesiring dan Bangkas Kuning serta Pernikahan Bujang Jemaran dengan Terindung yang penuh tantangan dan hambatan.

Jemaranan di masa lalu dapat dituturkan saat panen telah tiba, kenduri masyarakat, maupun saat-saat pemilihan pesirah. Memang, belum dapat diketahui secara pasti kapan jemaranan hadir di tengah masyarakat Ogan karena sedikitnya data atau informasi yang dapat mendukung mengenai hal tersebut. Tiba-tiba masyarakat Ogan sudah mengetahui dan mengenal cerita Bujang Jemaran. Yang jelas, cerita Bujang Jemaran diperoleh melalui warisan dari mulut ke mulut.

Penutur jemaranan umumnya adalah laki-laki matang, berusia kira-kira empatpuluhan tahun ke atas. Sementara itu, pendengar jemaranan tidak dibatasi. Siapa saja yang tertarik untuk mendengarkan kisah Bujang Jemaran dengan berbagai liku-likunya, baik laki-laki maupun perempuan berusia muda atau pun tua, anak-anak maupun remaja dapat menjadi penonton jemaranan.

Kini, tidak banyak masyarakat Ogan yang dapat menuturkasn cerita Bujang Jemaran. Satu-satunya penutur yang masih hidup dan dapat menuturkan cerita Bujang Jemaran adalah Demsi, yang kini berusia lanjut.

Sebetulnya, tidak ada syarat khusus untuk dapat menuturkan jemaran. Yang penting tahucerita Bujang Jemaran dan yang terpenting mau dan giat belajar menjadi penutur jemaranan. Siapa berminat? Ayo, tunggu apa lagi.

Linny Oktovianny

Tidak ada komentar: