Kamis, 29 Mei 2008

Nyanyian Panjang: Berirama dan Lama

Penuturan Nyanyian Panjang di hadapan para pendengarnya

SESUAI dengan namanya nyanyian panjang, saat penutur melantunkan penuturan sastra lisan ini dilakukan secara berlagu dengan irama tertentu, seperti nyanyian dengan proses penuturan yang memakan waktu yang lama, yaitu berjam-jam lamanya. Nyanyian panjang merupakan salah satu genre atau bentuk folklore yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian. Nyanyian panjang dikenal luas oleh masyarakat pendukungnya. Ia hidup dan dihidupi oleh masyarakat tempat sastra lisan tersebut lahir, tumbuh, dan berkembang serta menjadi budaya yang tak terpisahkan dari masyarakatnya. Daerah di Sumatera selatan yang mengenal nyanyian panjang adalah sekitar wilayah Kabupaten Muara Enim, daerah Ogan termasuk di dalamnya Ogan Komering Ulu.

Nyanyian panjang berasal dari bermacam-macam sumber dan timbul dalam berbagai macam media tetapi identitas folkloritasnya masih dapat dikenali karena masih ada varian folklornya yang beredar dalam peredaran lisan (oral transmission). Nyanyian panjang dikenal juga dengan nama tembang panjang atau njang panjang. Dengan berbagai tema yang disuguhkan penutur kepada pendengar, nyanyian panjang mendapat tempat di hati masyarakat pendukungnya. Nyanyian panjang yang dikenal masyarakat pendukungnya adalah nyanyian panjang Raden Alit dan nyanyian panjang Sejarah Saman Diwa. Kisah kedua nyanyian panjang tersebut telah “membumi” di tengah masyarakat pendukungnya. Saat ini, nyanyian panjang telah muncul dengan cerita-cerita lisan yang beragam tetapi unsur kepahlawanan tokoh “pahlawan” dengan sosok yang memiliki kegagahan dengan keberanian dan kelebihan yang luar biasa menjadi suguhan yang menarik bagi pendengarnya.

Seperti halnya sosiokultural masyarakat pendukung sastra lisan tersebut lahir, tumbuh, berkembang, dan mendapat tempat di hati masyarakat, maka sarana atau alat yang digunakan saat penuturan cerita juga memiliki “warna tempatan”. Masyarakat pendukung nyanyian panjang adalah masyarakat petani, maka alat yang digunakan saat berlangsungnya penuturan oleh penutur adalah ayakan padi. Ayakan padi menjadi symbol masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian.

Wilayah Sumatera selatan yang sebagian besar dilikupi oleh anak-anak sungai, maka terkadang ayakan tersebut digunakan oleh nelayan untu menangkap ikan atau menjadi wadah ikan. Terlepas dari kedua hal itu, ayakan padi bukan hanya menjadi imbol sosiologis masyarakat pendukung keberadaan nyanyian panjang, ayakan tersebut juga memiliki manfaat sebagai sarana kosentrasi dan pengingat. Melalui lubang-lubang pada ayakan, maka penutur akan tahu cerita yang telah dituturkan atau sedang dituturkannya.

Nyanyian panjang dituturkan dengan bahasa masyarakat setempat, seperti bahasa Ogan, Bahasa Belide, dan bahasa enim. Di masa lalu nyanyian panjang dituturkan saat panen telah tiba, saat ada hajatan masyarakat, seperti pesta pernikahan, pada acara khitanan, dan pada saat kelahiran bayi bahkan kalau ada orang yang meninggal dunia. Penutur nyanyian panjang umumnya adalah laki-laki berusia matang, kira-kira di atas tigapuluh tahun.

Dalam nyanyian panjang, kata-kata dan lagu-lagu merupakan dwi tunggal yang tak dapat terpisahkan. Ketika penutur melantunkan nyanyian panjang, teks (kata-kata) selalu dinyanyikan atau dilagukan oleh informan dan jarang sekali hanya disajakkan. Namun, antara teks yang satu dengan yang lainnya tidak selalu dinyanyikan atau dilagukan dengan lagu atau irama yang sama. Sering pula, lagu yang sama sering dipergunakan untuk menyanyikan beberapa teks nyanyian panjang yang berbeda.

Sifat nyanyian panjang sering kali berubah-ubah baik bentuk maupun isi. Itu bagian yang tak terpisahkan dari budaya lisan. Nyanyian panjang merupakan milik kolektif masyarakatnya dan luas pula peredarannya karena disampaikan dari mulut ke mulut. Penyebarannya melalui lisan, sehingga dapat menimbulkan varian-varian.

Nyanyian rakyat yang tergolong pada nyanyian rakyat yang sesungguhnya menurut Brunvad dalam The Study of American Foklore An introductionadalah (a) nyanyian rakyat yang berfungsi adalah nyanyian rakyat yang kata-kata dan lagunya memegang peranan yang sama penting. Disebut berfungsi karena baik lirik maupun lagunya cocok dengan irama aktivitas khusus dalam kehidupan manusia; (b) nyanyian rakyat yang bersifat liris, yakni nyanyian rakyat yang teksnya bersifat liris, yang merupakan pencetusan rasa haru pengarangnya yang anonym itu, tanpa menceritakan kisah yang bersambung (coherent). Sifat yang khas ini dapat dijadikan ukuran untuk membedakan nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, karena yang terakhir justru menceritakan kisah yang bersambung. Banyak diantaranya yang mengungkapkan perasaan sedih, putus asa karena kehilangan sesuatu atau cinta, sehingga menimbulkan keinginan-keinginan yang tak mungkin tercapai; (c) Nyanyian rakyat liris yang bukan sesungguhnya, yakni nyanyian rakyat yang liriknya menceritakan kisah yang bersambung (coherent). Ke dalam jenis nyanyian-nyanyian seperti: Spiritual and other traditional religious song (nyanyian rakyat yang bersifat kerohanian dan keagamaan lainnya).

Tidak ada syarat tertentu untuk dapat menuturkan nyanyian panjang, namun itu pun tergantung dengan kisahan yang akan dituturkan. Bagi penutur yang akan menuturkan nyanyian panjang Sejarah Saman Diwa harus punya hubungan darah dengan penutur sebelumnya. Selain itu, saat menuturkan nyanyian panjang sejarah saman Diwa sering kali penutur kesurupan, maka ayakan padi berfubgsi untuk dipukul-pukulkan penuturnya sebanyak tiga kali. Penutur yang akan menuturkan nyanyian panjang Sejarah Saman Diwa biasanya dengan berbagai sajen yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sesajen tersebut berupa nasi pulut, ayam burik, pisang emas, serabi, bubur gemuk, beras kunyit, dan kemenyan.

Setelah sesajen disiapkan, mulailah penutur membakar kemeyan dengan membaca baca-bacaan tertentu biasanya bacaan tersebut dalam bahasa Arab. Saat itulah, penutur mulai mengingat jalinan kisah yang akan dituturkan secara lengkap dan dapat memanggil roh-roh orang yang telah meninggal dengan cara kesurupan. Mungkin, ini pulalah yang menjadi nyanyian panjang jenis ini tidak dapat bertahan karena penonton tidak bisa mendengarkan jalinan cerita dan takut kalau-kalau “kena sasaran” penutur yang sedang kerasukan.

Linny Oktovianny


Sabtu, 03 Mei 2008

Bujang Jamaran Cerita Orang Ogan


SELAIN, Cerita Bujang Jelihim yang terkenal di masyarakat Ogan, ada juga cerita Bujang Jemaran yang juga tidak asing lagi bagi masyarakat Ogan. Kedua cerita ini bermedium bahasa Ogan. Masyarakat Ogan secara geografis mendiami wilayah sebagian Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, dan OKU (sepanjang sungai Ogan bagian Ilir dan Ulu).

Meskipun antara Bujang Jelihim dan Bujang Jemaran merupakan tokoh sakti. Kedua tokoh sakti ini memiliki perbedaan. Bujang Jelihim merupakan tokoh yang dikagumi karena sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain tidak sombong, sabar, dan sopan. Sementara itu, Bujang Jemaran kurang disenangi masyarakat setempat karena meskipun memiliki kesaktian sehebat Bujang Jelihim, Bujang Jemaran cenderung memiliki kesombongan dan bersifat agak kasar.

Penuturan Bujang Jelihim disebut Jeliheman, sedangkan penuturan cerita Bujang Jemaran disebut Jemaranan. Penutur Jemaranan menggunakan irama yang dilagukan saat menuturkan jemaranan. Saat penuturan jemaranan biasanya penutur menggunakan ayakan padi. Seperti halnya, masyarakat yang hidup dengan bertani dan menangkap ikan, ayakan padi merupakan alat yang representatif untuk menggambarkan coran kehidupan dan mata pencarian utama bagi masyarakat Ogan, yang hidupnya sangat mengandalkan hasil pertanian, perkebunan, dan perladangan serta hasil sungai Ogan. Ayakan padi merupakan simbol bagi masyarakat pendukungnya.

Ayakan padi juga merupakan alat yang ampuh untuk mengosentrasikan diri dan mengingat setiap alur cerita yang sedang dituturkan penutur jemaranan. Sambil memejamkan mata, penutur jemaranan menundukkan kepala untuk mengingat dan berkosentrasi pada cerita yang dituturkan. Jemaranan dituturkan akan memakan waktu yang lama, maka ayakan padi sangat efektif menjadi alat untuk menghilangkan rasa malu bagi penutur karena biasanya penonton akan memandang terus ke wajah penutur yang sedang bercerita. Jemaranan biasanya dituturkan pada malam hari, ketika orang-orang sedang beristirahat karena penat seharian mencari nafkah dengan cara bertani atau berladang dan menangkap ikan.

Kisah jemaranan dapat dituturkan per episode, mengingat cerita Bujang Jemaran sangat panjang. Bahkan dapat berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Cerita Bujang Jemaran merupakan cerita panjang yang mengisahkan kehidupan Bujang Jemaran dengan berbagai konflik-konfliknya. Dimulai dengan perjumpaan Bujang Jemaran dengan Mesiring, Peperangan Bujang Jemaran dengan Mesiring dan Bangkas Kuning serta Pernikahan Bujang Jemaran dengan Terindung yang penuh tantangan dan hambatan.

Jemaranan di masa lalu dapat dituturkan saat panen telah tiba, kenduri masyarakat, maupun saat-saat pemilihan pesirah. Memang, belum dapat diketahui secara pasti kapan jemaranan hadir di tengah masyarakat Ogan karena sedikitnya data atau informasi yang dapat mendukung mengenai hal tersebut. Tiba-tiba masyarakat Ogan sudah mengetahui dan mengenal cerita Bujang Jemaran. Yang jelas, cerita Bujang Jemaran diperoleh melalui warisan dari mulut ke mulut.

Penutur jemaranan umumnya adalah laki-laki matang, berusia kira-kira empatpuluhan tahun ke atas. Sementara itu, pendengar jemaranan tidak dibatasi. Siapa saja yang tertarik untuk mendengarkan kisah Bujang Jemaran dengan berbagai liku-likunya, baik laki-laki maupun perempuan berusia muda atau pun tua, anak-anak maupun remaja dapat menjadi penonton jemaranan.

Kini, tidak banyak masyarakat Ogan yang dapat menuturkasn cerita Bujang Jemaran. Satu-satunya penutur yang masih hidup dan dapat menuturkan cerita Bujang Jemaran adalah Demsi, yang kini berusia lanjut.

Sebetulnya, tidak ada syarat khusus untuk dapat menuturkan jemaran. Yang penting tahucerita Bujang Jemaran dan yang terpenting mau dan giat belajar menjadi penutur jemaranan. Siapa berminat? Ayo, tunggu apa lagi.

Linny Oktovianny